Disamping faktor kenyamanan yang diperoleh penghuni yang tinggal di dalam gedung karena adanya fasilitas yang lengkap, tak kalah pentingnya adalah faktor keselamatan untuk melindungi gedung dan seluruh isinya dari sambaran petir ketika terjadi hujan. Untuk itu dalam bab ini akan diuraikan cara pemasangan lampu penerangan ruangan gedung, pemasangan lampu penerangan jalan dan pemasangan penangkal petir.
A. TEKNOLOGI PEMASANGAN LAMPU PENERANGAN RUANGAN GEDUNG
Gedung disamping digunakan sebagai tempat tinggal seperti apartemen, losmen, hotel dan sebagainya, gedung juga banyak digunakan sebagai tempat kegiatan bisnis seperti mall, supermarket, perkantoran dan sebagainya. Apapun kegiatannya gedung-gedung tersebut tentu membutuhkan penerangan baik pada siang hari lebih-lebih pada malam hari. Untuk itu dalam hal ini penulis akan
memberikan contoh perencaanan pemasangan instalasi penerangan pada gedung perkantoran.
1. MENENTUKAN TATA LETAK LAMPU
Tiap-tiap macam ruangan gedung membutuhkan jumlah dan kuat penerangan lampu yang berbeda-beda, jumlah dan kuat penerangan lampu yang dibutuhkan tersebut tergantung pada :
- Penggunaan ruangan, setiap penggunaan ruang yang berbeda kebutuhan kuat penerangan lampu juga berbeda.
- Luas ruangan, semakin luas ruangan semakin banyak lampu yang digunakan untuk mendapatkan kuat penerangan yang diinginkan.
- Efisiensi armature/kap lampu (v), yaitu perbandingan intensitas cahaya yang dipancarkan oleh armature dengan intensitas cahaya yang dipancarkan oleh lampu.
- Indeks ruangan/indeks bentuk (k), yaitu perbandingan antara ukuran-ukuran utama suatu ruangan yang berbentuk bujur sangkar yang ditulis dalam persamaan : k = ( P x L ) / ( h x ( P + L) ) dimana:
L = lebar ruangan (meter)
h = tinggi lampu di atas bidang kerja (meter)
5. Faktor refleksi, dalam teknik penerangan terdapat 3 macam yaitu :
1) Refleksi dinding (rw)
2) Refleksi langit-langit/plafon (rp)
3) Refleksi bidang kerja, yang ditentukan oleh refleksi lantai dan dinding antar meja kerja (rm), biasanya ditentukan rm = 0,1
Besarnya rw dan rp untuk warna-warna yang berbeda adalah sebagai berikut
- Warna putih dan sangat terang = 0,7
- Warna terang = 0,5
- Warna sedang = 0,3
- Warna gelap = 0,2
Faktor depresiasi (d), yaitu faktor penyusutan suatu kuat penerangan yang disebabkan oleh pengotoran-pengotoran akibat debu, lamanya lampu digunakan, cara pemasangan dsb. Pengotroan-pengotoran pada lampu terbagi menjadi 3 macam yaitu pengotoran ringan, pengotoran sedang dan pengotoran berat. Factor depresiasi ditulis dalam persamaan :d = ( E keadaan terpakai ) / ( E kedaan baru )
Letak dan banyaknya lampu pada suatu ruangan akan memberikan sinar yang terbagi rata yang kuat penerangannya dapat dihitung dengan persamaan : EB = ( I / h² ) x Cos³ α
dimana: EB = kuat penerangan pada titik B (lux)
I = intensitas cahaya dari lampu (lumen)
h = tinggi lampu dari bidang kerja (meter)
α = sudut penyinaran
h = tinggi lampu di atas bidang kerja (meter)
5. Faktor refleksi, dalam teknik penerangan terdapat 3 macam yaitu :
1) Refleksi dinding (rw)
2) Refleksi langit-langit/plafon (rp)
3) Refleksi bidang kerja, yang ditentukan oleh refleksi lantai dan dinding antar meja kerja (rm), biasanya ditentukan rm = 0,1
Besarnya rw dan rp untuk warna-warna yang berbeda adalah sebagai berikut
- Warna putih dan sangat terang = 0,7
- Warna terang = 0,5
- Warna sedang = 0,3
- Warna gelap = 0,2
Faktor depresiasi (d), yaitu faktor penyusutan suatu kuat penerangan yang disebabkan oleh pengotoran-pengotoran akibat debu, lamanya lampu digunakan, cara pemasangan dsb. Pengotroan-pengotoran pada lampu terbagi menjadi 3 macam yaitu pengotoran ringan, pengotoran sedang dan pengotoran berat. Factor depresiasi ditulis dalam persamaan :d = ( E keadaan terpakai ) / ( E kedaan baru )
Letak dan banyaknya lampu pada suatu ruangan akan memberikan sinar yang terbagi rata yang kuat penerangannya dapat dihitung dengan persamaan : EB = ( I / h² ) x Cos³ α
dimana: EB = kuat penerangan pada titik B (lux)
I = intensitas cahaya dari lampu (lumen)
h = tinggi lampu dari bidang kerja (meter)
α = sudut penyinaran
Agar sinar lampu yang jatuh pada bidang kerja dapat terbagi rata, sudut α jangan sampai melebihi 45°, jadi sebaiknya kurang atau sama dengan 45°. Titik A adalah tempat yang mendapat penerangan paling baik, sedang pada titik B mendapat penerangan yang kurang baik (lihat gambar: 5.1).
Gambar 5.1 Sudut penyinaran lampu
Sesuai dengan persamaan di atas, maka kuat penerangan pada titik A adalah :
EA = ( I / h² ) x Cos³ α = I / h²
Sedangkan kuat penerangan pada titik B adalah :
EB = ( I / h² ) x Cos³ α , jika α = 45°
maka : EB =( I / h² ) x Cos³ 45° = EA x Cos³ 45° = 0,35 EA
Jadi untuk bidang kerja disekitar sudut 45° (titik B) hanya mendapat kuat penerangan sekitar 1/3 kali dari kuat penerangan di tempat yang baik (titik A). Hal ini masih memenuhi syarat penerangan, karena sesuai persyaratan bahwa tempat yang kurang baik minimum 1/3 kali mendapat penerangan dari tempat yang paling baik.
2. MENENTUKAN JUMLAH LAMPU
a. Menurut Siemens
Dengan ditetapkannya jarak antar lampu, maka jumlah lampu seluruhnya yang dibutuhkan dalam suatu ruangan dapat dihitung dengan persamaan :
1) Jumlah lampu sejajar memanjang : NP = ( (P – a) / a ) + 1
dimana: Np = jumlah lampu memanjang
Gambar 5.1 Sudut penyinaran lampu
Sesuai dengan persamaan di atas, maka kuat penerangan pada titik A adalah :
EA = ( I / h² ) x Cos³ α = I / h²
Sedangkan kuat penerangan pada titik B adalah :
EB = ( I / h² ) x Cos³ α , jika α = 45°
maka : EB =( I / h² ) x Cos³ 45° = EA x Cos³ 45° = 0,35 EA
Jadi untuk bidang kerja disekitar sudut 45° (titik B) hanya mendapat kuat penerangan sekitar 1/3 kali dari kuat penerangan di tempat yang baik (titik A). Hal ini masih memenuhi syarat penerangan, karena sesuai persyaratan bahwa tempat yang kurang baik minimum 1/3 kali mendapat penerangan dari tempat yang paling baik.
2. MENENTUKAN JUMLAH LAMPU
a. Menurut Siemens
Dengan ditetapkannya jarak antar lampu, maka jumlah lampu seluruhnya yang dibutuhkan dalam suatu ruangan dapat dihitung dengan persamaan :
1) Jumlah lampu sejajar memanjang : NP = ( (P – a) / a ) + 1
dimana: Np = jumlah lampu memanjang
P = panjang ruangan (meter)
a = jarak antar lampu memanjang (meter)
2) Jumlah lampu sejajar melebar : NL = ( (L – b) / b) + 1
dimana: NL = jumlah lampu melebar
L = lebar ruangan (meter)
b = jarak antar lampu melebar (meter)
3) Jumlah seluruh lampu : N = Np x NL
b. Menurut teknik penerangan
Dengan ditetapkannya jenis penggunaan ruangan dan jenis lampuyang digunakan pada ruangan tersebut, maka jumlah lampu yang dibutuhkan dapat dihitung dengan persamaan : N = ( A x E ) / ( Ø x d x η ) dimana:
a = jarak antar lampu memanjang (meter)
2) Jumlah lampu sejajar melebar : NL = ( (L – b) / b) + 1
dimana: NL = jumlah lampu melebar
L = lebar ruangan (meter)
b = jarak antar lampu melebar (meter)
3) Jumlah seluruh lampu : N = Np x NL
b. Menurut teknik penerangan
Dengan ditetapkannya jenis penggunaan ruangan dan jenis lampuyang digunakan pada ruangan tersebut, maka jumlah lampu yang dibutuhkan dapat dihitung dengan persamaan : N = ( A x E ) / ( Ø x d x η ) dimana:
N = jumlah lampu
A = luas ruangan yang diterangi (m²)
E = kuat penerangan yang diinginkan (lux)
Ø = jumlah intensitas cahaya lampu (lumen)
d = factor depresiasi (penyusutan) (%)
η = efisiensi penerangan (%)
3. MENENTUKAN UKURAN SEKERING PENGAMAN
Ukuran sekering ialah besar atau kapasitas arus nominal sekering yang digunakan untuk mengamankan instalasi penerangan pada suatu ruangan. Adapun cara untuk menentukan ukuran sekering dan kawat penghatar tersebut adalah sebagai berikut :
a. Dihitung jumlah watt seluruh beban kawat penghantar tersebut, kemudian berdasarkan jumlah beban itu dapat dihitung besar arus listrik yang mengalir pada kawat penghantar dengan persamaan :
A = luas ruangan yang diterangi (m²)
E = kuat penerangan yang diinginkan (lux)
Ø = jumlah intensitas cahaya lampu (lumen)
d = factor depresiasi (penyusutan) (%)
η = efisiensi penerangan (%)
3. MENENTUKAN UKURAN SEKERING PENGAMAN
Ukuran sekering ialah besar atau kapasitas arus nominal sekering yang digunakan untuk mengamankan instalasi penerangan pada suatu ruangan. Adapun cara untuk menentukan ukuran sekering dan kawat penghatar tersebut adalah sebagai berikut :
a. Dihitung jumlah watt seluruh beban kawat penghantar tersebut, kemudian berdasarkan jumlah beban itu dapat dihitung besar arus listrik yang mengalir pada kawat penghantar dengan persamaan :
I = ( P / V ) x Cos Ø
dimana: I = arus beban listrik yang mengalir (ampere)
P = jumlah beban (daya ) listrik (watt)
V = besar tegangan sumber listrik (volt)
Cos Ø = factor daya dari beban listrik
dimana: I = arus beban listrik yang mengalir (ampere)
P = jumlah beban (daya ) listrik (watt)
V = besar tegangan sumber listrik (volt)
Cos Ø = factor daya dari beban listrik
b. Dicari pada tabel 2.1 ukuran sekering, dimana arus nominal dari sekring
(patron lebur) harus lebih besar atau sama dengan arus beban atau ditulis :
I sekring > I beban
Tabel 5.1 Ukuran sekering/MCB yang tersedia di pasaran
(patron lebur) harus lebih besar atau sama dengan arus beban atau ditulis :
I sekring > I beban
Tabel 5.1 Ukuran sekering/MCB yang tersedia di pasaran
UKURAN SEKERING/MCB KODE WARNA PATRON LEBUR
2 A = Merah muda
4 A = Cokelat
6 A = Hijau
10 A = Merah
16 A = Kelabu
20 A = Biru
25 A = Kuning
35 A = Hitam
60 A = Putih
65 A = tembaga